Saat ini terjadi sengketa pemilikan bekas tanah perkebunan Belanda (kebun kakao) antara warga Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Banyumas dengan P.T Rumpun Sari Antan selaku pemegang HGU (Hak Guna Usaha).
Adapun riwayat tanahnya adalah sebagai berikut:
1.Menurut warga Darmakradenan, tanah tersebut merupakan hak milik warga dan pada tahun 1890 disewa oleh Pengusaha Belanda.
2.Menurut catatan Kantor Pertanahan Kabupaten Banyumas, tanah tersebut semula berstatus Goverments Grond(tanah Negara). Pada tahun 1892 diberikan hak erpacht selama 75 tahun kepada pengusaha Belanda bernama Jan Albertus van Der Roeft. Terjadi beberapa kali peralihan, sampai hak itu dikonversi menjadi HGU. Sejak tahun 1967 menjadi tanah Negara. Pada tahun 1971, Pemerintah memberikan HGU kepada P.T Rumpun Darmakradenan. Pada tahun 1994 HGU menjadi atas nama P.T Rumpun Sari Antan.
Jelaskan siapakah yang sebenarnya berhak atas tanah perkebunan kakao tersebut!
ANALISIS
Dalam kasus petani di
Darmakradenan ini, memang cukup rumit jika tidak menelusuri sejarah hukum
pertanahan di Indonesia. Dalam hal ini, pertama kita lihat dulu sejarah hukum
pertanahan di Indonesia ketika zaman Kolonial Belanda. Ketika masa penjajahan
Belanda, hukum tanah yang berlaku adalah Agrarische
Wet 1870, yang menjadi dasar hukum kepemilikan tanah para pengusaha
khususnya di bidang perkebunan. Dalam pasal 51 ayat 4 disebutkan bahwa tanah
dapat diberikan hak erfpacht selama 75 tahun.
Dalam pasal yang sama,
di ayat 5 disebutkan bahwa pemberian tanah tidak boleh melanggar hak-hak
pribumi. Namun, dalam perkembangannya, pemerintah Belanda membuat peraturan
yang disebut Agrarische Besluit (AB) atau Domein Verklaring sebagai pengaturan lanjut atas AW. Dalam pasal 1
AB dikatakan bahwa tanah yang pihak lain tidak bisa membuktikan sebagai
eigendomnya, maka tanah tersebut menjadi milik negara. Hal ini sama saja
bohong, karena tanah rakyat saat itu dimiliki secara adat yang tidak ada
pengaturannya dalam hukum pemerintah, dan meskipun dalam pasal 51 ayat 5 AW
dikatakan bahwa tidak boleh melanggar hak-hak rakyat pribumi, tetapi tanah
tersebut tetap menjadi milik negara.
Setelah 75 tahun hak
erfpacht diberikan, maka tanah dikembalikan kepada negara, yaitu tahun 1967.
Tanah dikembalikan kepada negara karena di Indonesia pernah berlaku Domein Verklaring, akibatnya, secara
perdata tanah tersebut kembali menjadi milik negara, meskipun telah berlaku
UUPA sejak tahun 1960. Negara berhak menguasai tanah dan memberikan HAT kepada
pihak yang dikehendaki. Pada tahun 1971, diberikan HGU kepada PT. Rumpun
Darmakradenan selama 25 tahun, artinya HGU berakhir pada tahun 1996, dan pada
1994 perusahaan berganti nama menjadi PT. Rumpun Sari Antan.
Menurut saya, secara
hukum tanah tersebut sah milik negara, sehingga negara bebas memberikan HGU kepada pihak manapun. Namun, negara tetap tidak boleh
mengesampingkan hak-hak warga Darmakradenan. Dalam pasal 3 UUPA, terkandung
asas hak ulayat. Hak ulayat adalah hak
masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang kepada
penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah. Selain asas hak
ulayat, ada juga asas hak menguasai negara (pasal 2 UUPA). Wewenang tersebut
menjadi dasar bagi pemerintah selaku penyelenggara negara untuk mengatur dan
menyelesaikan masalah-masalah di bidang pertanahan. Dalam pasal 2 ayat (3) UUPA
tujuan hak ini adalah untuk kemakmuran rakyat. Dalam pasal 6 UUPA terdapat asas
fungsi sosial, yang menyatakan bahwa hak atas tanah oleh suatu pihak, tidak
boleh merugikan pihak lain, dalam hal ini masyarakat Darmakradenan. Pemilik HGU
harus memerhatikan kepentingan warga setempat sehingga bermanfaat bagi
kesejahteraan warga.
Jadi, meskipun dikuasai
oleh negara, sudah selayaknya negara juga memerhatikan hak dan kepentingan
warga Darmakradenan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak menguasai inipun dapat dilimpahkan kepada
pemda maupun masyarakat [pasal 2 ayat(4)].
Kesimpulan :
Berdasarkan analisa
saya menurut politik pertanahan nasional, baik era penjajah Belanda maupun era
UUPA, tanah tersebut sah menjadi milik negara. Akan tetapi, negara selaku
pemilik dan penguasa tanah, sebaiknya pemerintah memerhatikan asas hak ulayat
dan asas hak menguasai negara, yang mana dalam asas hak ulayat, eksistensi
masyarakat adat diakui oleh negara, dan masyarakat Darmakradenan pun masih
memegang adatnya. Hak menguasai negara atas tanah bertujuan untuk kemakmuran
rakyat, serta dalam pasal 2 ayat (4) UUPA hak menguasai dapat dilimpahkan
kepada pemda maupun masyarakat. Pasal tersebut kiranya bisa menjadi dasar bagi
negara untuk memberikan hak penguasaan tanah kepada warga Darmakradenan, dengan
tidak memberikan HGU kembali kepada perusahaan setelah habis masa HGU 25 tahun
PT. Rumpun Sari Antan.