Sabtu, 25 Oktober 2014

Analisis Sengketa Tanah antara Warga Darmakradenan dengan PT. Rumpun Sari Antan

Saat ini terjadi sengketa pemilikan bekas tanah perkebunan Belanda (kebun kakao) antara warga Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Banyumas dengan P.T Rumpun Sari Antan selaku pemegang HGU (Hak Guna Usaha).

Adapun riwayat tanahnya adalah sebagai berikut:

1.Menurut warga Darmakradenan, tanah tersebut merupakan hak milik warga dan pada tahun 1890 disewa oleh Pengusaha Belanda.

2.Menurut catatan Kantor Pertanahan Kabupaten Banyumas, tanah tersebut semula berstatus Goverments Grond(tanah Negara). Pada tahun 1892 diberikan hak erpacht selama 75 tahun kepada pengusaha Belanda bernama Jan Albertus van Der Roeft. Terjadi beberapa kali peralihan, sampai hak itu dikonversi menjadi HGU. Sejak tahun 1967 menjadi tanah Negara. Pada tahun 1971, Pemerintah memberikan HGU kepada P.T Rumpun Darmakradenan. Pada tahun 1994 HGU menjadi atas nama P.T Rumpun Sari Antan.

Jelaskan siapakah yang sebenarnya berhak atas tanah perkebunan kakao tersebut!


ANALISIS
Dalam kasus petani di Darmakradenan ini, memang cukup rumit jika tidak menelusuri sejarah hukum pertanahan di Indonesia. Dalam hal ini, pertama kita lihat dulu sejarah hukum pertanahan di Indonesia ketika zaman Kolonial Belanda. Ketika masa penjajahan Belanda, hukum tanah yang berlaku adalah Agrarische Wet 1870, yang menjadi dasar hukum kepemilikan tanah para pengusaha khususnya di bidang perkebunan. Dalam pasal 51 ayat 4 disebutkan bahwa tanah dapat diberikan hak erfpacht selama 75 tahun.
Dalam pasal yang sama, di ayat 5 disebutkan bahwa pemberian tanah tidak boleh melanggar hak-hak pribumi. Namun, dalam perkembangannya, pemerintah Belanda membuat peraturan yang disebut Agrarische Besluit (AB) atau Domein Verklaring sebagai pengaturan lanjut atas AW. Dalam pasal 1 AB dikatakan bahwa tanah yang pihak lain tidak bisa membuktikan sebagai eigendomnya, maka tanah tersebut menjadi milik negara. Hal ini sama saja bohong, karena tanah rakyat saat itu dimiliki secara adat yang tidak ada pengaturannya dalam hukum pemerintah, dan meskipun dalam pasal 51 ayat 5 AW dikatakan bahwa tidak boleh melanggar hak-hak rakyat pribumi, tetapi tanah tersebut tetap menjadi milik negara.
Setelah 75 tahun hak erfpacht diberikan, maka tanah dikembalikan kepada negara, yaitu tahun 1967. Tanah dikembalikan kepada negara karena di Indonesia pernah berlaku Domein Verklaring, akibatnya, secara perdata tanah tersebut kembali menjadi milik negara, meskipun telah berlaku UUPA sejak tahun 1960. Negara berhak menguasai tanah dan memberikan HAT kepada pihak yang dikehendaki. Pada tahun 1971, diberikan HGU kepada PT. Rumpun Darmakradenan selama 25 tahun, artinya HGU berakhir pada tahun 1996, dan pada 1994 perusahaan berganti nama menjadi PT. Rumpun Sari Antan.
Menurut saya, secara hukum tanah tersebut sah milik negara, sehingga negara bebas memberikan HGU kepada pihak manapun. Namun, negara tetap tidak boleh mengesampingkan hak-hak warga Darmakradenan. Dalam pasal 3 UUPA, terkandung asas hak ulayat. Hak ulayat  adalah hak masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah. Selain asas hak ulayat, ada juga asas hak menguasai negara (pasal 2 UUPA). Wewenang tersebut menjadi dasar bagi pemerintah selaku penyelenggara negara untuk mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah di bidang pertanahan. Dalam pasal 2 ayat (3) UUPA tujuan hak ini adalah untuk kemakmuran rakyat. Dalam pasal 6 UUPA terdapat asas fungsi sosial, yang menyatakan bahwa hak atas tanah oleh suatu pihak, tidak boleh merugikan pihak lain, dalam hal ini masyarakat Darmakradenan. Pemilik HGU harus memerhatikan kepentingan warga setempat sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan warga.
Jadi, meskipun dikuasai oleh negara, sudah selayaknya negara juga memerhatikan hak dan kepentingan warga Darmakradenan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak menguasai inipun dapat dilimpahkan kepada pemda maupun masyarakat [pasal 2 ayat(4)].

Kesimpulan :
Berdasarkan analisa saya menurut politik pertanahan nasional, baik era penjajah Belanda maupun era UUPA, tanah tersebut sah menjadi milik negara. Akan tetapi, negara selaku pemilik dan penguasa tanah, sebaiknya pemerintah memerhatikan asas hak ulayat dan asas hak menguasai negara, yang mana dalam asas hak ulayat, eksistensi masyarakat adat diakui oleh negara, dan masyarakat Darmakradenan pun masih memegang adatnya. Hak menguasai negara atas tanah bertujuan untuk kemakmuran rakyat, serta dalam pasal 2 ayat (4) UUPA hak menguasai dapat dilimpahkan kepada pemda maupun masyarakat. Pasal tersebut kiranya bisa menjadi dasar bagi negara untuk memberikan hak penguasaan tanah kepada warga Darmakradenan, dengan tidak memberikan HGU kembali kepada perusahaan setelah habis masa HGU 25 tahun PT. Rumpun Sari Antan.