Minggu, 27 Oktober 2013

Asas-asas Hukum

Asas-asas dalam undang-undang Hukum Pidana
Asas-asas hukum pidana merupakan hal-hal yang mendasari terjadinya suatu perbuatan akan dikenakan sanksi hukum apabila melanggar ketentuan hukum pidana di manapun ia keberadaan dan tidak melihat status orang itu berbuat tindak pidana apabila melanggar ketentuan hukum pidana akan terkena sanksi sesuai dengan sanksi perbuatannya. Asas-asas hukum pidana ini bersumber dalam bagian Buku I menyangkut asas-asas hukum pidana dan uraian umum dari ketentuan Pasal 1 sampai dengan Pasal 8 KUHP.
Asas-asas dalam hukum pidana antara lain :

Asas Legalitas
                                                                                        

Pasal 1 KUHP
1.      Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
2.      Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Asas Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :
1.      Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang/Asas legalitas/Lex scripta) Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Yang dimaksud dengan UU disini  adalah dalam arti luas, bukan saja yang tertulis yang telah dituangkan dalam bentuk UU oleh pemerintah dengan DPR tetapi produk lain seperti PerPu, PP, Keppres,Per/Instruksi menteri, Gubernur dsb. Intinya harus dituangkan secara tertulis dalam suatu perundang-undangan.
2.      Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana/Asas larangan menggunakan analogi/Lex certa) Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. Artinya perbuatan pidana yang dimaksud harus diuraikan unsur-unsurnya oleh undang-undang secara jelas dan lengkap.
3.      Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada/Asas non-retroaktif). Aturan hukum pidana tidak berlaku surut. Secara eksplisit tersirat dalam ketentuan KUHP, dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1).
Pengecualian terhadap asas tidak berlaku (pasal 1 ayat (2) KUHP) Pemberlakuan hukum pidana yang lebih menguntungkan  dengan keluarnya UU yang lebih baru.

Asas Teritorialitas
Pasal 2 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap  orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Ketentuan pasal diatas menunjukkan bahwa, tindak pidana yang terjadi di wilayah Indonesia (baik di daratan, lautan maupun udara) maka akan dikenakan aturan hukum pidana Indonesia baik itu dilakukan oleh warga Negara atau warga asing.
Pasal 3 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Ketentuan pasal diatas merupakan perluasan dari Asas Teritorialitas Pasal 2 KUHP. Dan menunjukkan bahwa :
a.       Jika kendaraan/pesawat tersebut berada dilaut lepas yang berlaku adalah ketentuan pidana Indonesia.
b.      Jika seorang yang berada diatas kendaraan/pesawat  tersebut sedang berlabuh di tempat asing melakukan suatu tindak pidana, oleh penguasa asing belum dituntut, maka sekembalinya ke Indonesia petindak tersebut dapat dituntut, tetapi jika sudah selesai secara juridis maka berlaku asas “nebis in idem”.
c.       Sebaliknya jika ada seseorang asing yang berlabuh/mendarat kendaraan/pesawat di Indonesia melakukan tindak pidana dapat dituntut sesuai ketentuan pidana Indonesia.



Asas Perlindungan atau Nasional Pasif

Pasal 4 KUHP
            Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia :
1.      Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;
2.      Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;
3.      Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak pals.
4.      Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

Ketentuan pasal diatas mengutamakan pada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan suatu negara, atau dengan kata lain yang diutamakan adalah keselamatan kepentingan suatu negara. Sehingga asas ini dinamakan ‘asas perlindungan’ (beschermingsbeginsel). Inti dari pasal di ats mengenai : Ketentuan Hukum Pidana Indonesia dapat diberlakukan terhadap WNI maupun WNA baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan hukum Indonesia, seperti yang disebut Pasal 4 KUHP. Pasal 4 KUHP adalah jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum Indonesia yang mendasar, berupa keamanan, dan keselamatan negara, perekonomian Indonesia, serta sarana dan prasarana angkutan Indonesia.

Asas Personalitas atau Nasional Aktif

Pasal  KUHP
1.      Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan :
Ke-1 :   Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451.
Ke-2 :   Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
2.      Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.

Ketentuan pasal diatas menunjukkan bahwa, bagi warga negara yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia menyangkut pasal-pasal yang tertera pada ayat (1) Pasal 5 KUHP, maka pelakunya akan dituntut menurut aturan hukum pidana Indonesia oleh pengadilan Indonesia. Kepentingan nasionalnya disini terlihat agar pelaku tindak pidana yang warga negara Indonesia itu, walaupun peristiwanya terjadi di luar negara Indonesia, tidak diadili dan dikenakan hukuman dari negara tempat terjadinya peristiwa hukum atau perbuatan pidana itu dilakukan. Inti dari asas ini, yaitu :
Ø  Bergantung atau mengikuti subyek hukum atau orangnya yakni warga negara di manapun keberadaannya (Nasional Aktif).
Ø  Asas ini tidak dapat diterapkan pada semua tindak pidana.
Ø  Diatur dalam Pasal 5 KUHP dan diperluas Pasal 5 ayat (2), diperlunak Pasal 6, diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 dan Pasal 8 KUHP.

Pasal 6 KUHP
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.

Tertonjolkannya asas personalitas dalam pasal 5 dan 6 KUHP, jelas ditentukan secara tegas bahwa subyeknya adalah warga negara Indonesia. Perbedaan antara pasal 5 ayat 1 ke-1 dengan  sub ke-2 ialah bahwa tersebut dalam sub ke-1 tidak dipersoalkan apakah tindakan itu merupakan tindak pidana atau tidak diluar negeri yang bersangkutan.

Pasal 7 KUHP
            Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah-satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXVIII Buku Kedua.

Ketentuan pasal diatas memperluas asas personalitas yaitu walaupun pegawai negeri Indonesia (seseorang yang diangkat oleh penguasa umum dan ditetapkan untuk melakukan suatu tugas umum yang merupakan sebagian dari tugas negara atau badan-badan negara) itu pada umumnya berkewarganegaraan Indonesia, tapi tidak kurang banyaknya yang berkewarganegaraan asing terutama dikedutaan-kedutaan RI, konsulat RI. Dalam hal ini yang berkewarganegaraan asing itu lebih diutamakan kepegawaiannya dari pada kewarganegaraannya.
Pasal 8 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.

Ketentuan pasal diatas berlaku jika :
a.       Tindak pidana diatas perahu
b.      Petindaknya yang telah ditentukan, yitu nakhoda dan penumpang
c.       Kepentingan “perahu Indonesia” atau “pelayaran Indonesia” yang harus mendapat perlindungan.


Asas Universalitas

Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
1.      Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka.
2.      Duta besar Negara asing beserta keluarganya mereka juga mempunyai hak eksteritorial. 
3.      Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum internasional kapal peran adalah teritoir Negara yang mempunyainya. 
4.      Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar